Rabu, 31 Desember 2014

Refleksi

Posted by Ryan 09.24
Sudah berapa banyak angka yang kau lalui sampai hari ini, ribuan hari ? puluhan tahun. Semuanya hanya angka yang mungkin tidak berarti banyak bagi hidup, karna sesungguhnya hidup terlalu sempurna untuk dikalkulasikan. Tak percaya ? coba hitung berapa banyak nikmat dan kesenangan yang telah kau alami sampai tahun ini menyentuh hari ke 365 ? tak terkira bukan. Memang hidup bukan hanya tentang kebahagiaan, ada perih, sedih yang menyayat hati, namun jika kita bisa melihat dari sisi yang berbeda justru saat itulah kita benar – benar kuat dan tak akan begitu saja menyerah, karna sesungguhnya tuhan tidak pernah meninggalkan umat-nya sendiri melewati kepedihan. 

Jika kau menganggap tahun ini tak berjalan baik untukmu, coba kau hitung lagi berapa banyak karunia sang maha besar yang telah kau rasakan hingga hari ini, hidup memang terlalu sempurna jika hanya dijabarkan dengan angka, iya kan ?.

Angka – angka yang sudah kita lalui sampai hari ini tak lebih dari sebuah cermin yang merefleksikan apa saja yang sudah – belum – dan akan kita gapai. Tengoklah kembali cerminmu dan lihat ada yang terdapat di dalamnya. Jika yang tampak pada cerminmu adalah sesuatu yang sudah kau gapai, maka bersyukurlah, karna hidup kembali memberimu nikmat. Jika yang tergambar adalah sesuatu yang belum kau capai maka bergegaslah, karna waktu tak pernah menunggu meskipun itu untuk sekedar merapikan tali sepatu. Dan jika yang kau lihat adalah sesuatu yang akan kau kejar maka bergembiralah, karna kau tahu kemana kau akan melangkah.

Apa yang kau lihat dari cerminmu saat ini ?

Rabu, 01 Oktober 2014

Pilkada Langsung Atau Tidak

Posted by Ryan 02.04
Belakangan ini banyak pemberitaan mengenai di-sahkan-nya RUU Pilkada menjadi Undang – Undang pada sidang paripurna DPR. Terjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat tentang RUU Pilkada ini, karena jika disahkannya RUU ini menjadi undang-undang akan merebut hak masyarakat untuk ikut menentukan siapa pemimpin mereka. Banyak yang menilai bahwa di-sahkan-nya RUU tersebut adalah kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi di republik ini, yang mana selama 10 tahun terakhir sistem pemilihan langsung menjadi sistem yang digunakan untuk menentukan pimpinan di suatu daerah baik kabupaten/kota atau provinsi (kecuali kotamadya Jakarta dan Provinsi DIY). Pengembalian sistem pemilihan kepala daerah dari dipilih secara langsung oleh masyarakat menjadi kembali dipilih oleh DPRD memang adalah sebuah tragedi dalam kehidupan berdemokrasi. Kesempatan masyarakat untuk mengetahui track record calon pemimpin di daerahnya menjadi berkurang atau bahkan hilang, masyarakat harus menerima siapapun pimpinannya, jika diibaratkan dalam pernikahan, masyarakat harus menerima siapapun calon mempelainya meskipun ia tak sama sekali mengenal dan mencintainya. Sounds like Siti Nurbaya’s Story ? yess... 

Memang dalam perjalanannya selama 10 tahun terakhir banyak terjadi masalah dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung seperti konflik horizontal ditengah-tengah masyarakat karena calon pimpinan mereka gagal, mahalnya biaya yang harus negara sediakan untuk proses ini, juga mahalnya biaya kampanye yang harus dikeluarkan oleh calon pimpinan. Namun tak ada masalah yang tak ada jalan keluarnya, lets break this down... dalam kasus timbulnya konflik yang terjadi di tengah masyarakat jika calon yang mereka usung kalah, menurut saya itu adalah  belum dewasanya masyarakat dalam menyikapi kekalahan, dan justru proses pilkada langsung adalah sarana untuk pendewasaan diri bagi masyarakat dalam kehidupan berdemokrasi . Setelah puluhan tahun masyarakat terbiasa hanya menerima, masyarakat pasti merasa kurang siap dengan sistem baru yang sebenarnya berdampak baik untuk mereka. Adalah Tugas pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang kehidupan  berdemokrasi, tentang menerima kekalahan dan juga menghormati mandat yang diberikan oleh rakyat, Soo.. don’t hate the game, hate the player.  Alasan besarnya anggaran yang keluar untuk mengakomodir proses ini memang benar, namun hal itu bisa diatasi dengan sistem e-Voting misalnya. Kapan kita bisa mengadopsi sistem tersebut ? memang butuh waktu yang panjang, karna sesungguhnya pun sistem pemilihan secara langsung baru berumur 10 tahun, but i believe we’ll get there,  u may say i’m a dreamer but i’m not the only one.. 

Alasan kenapa saya mendukung proses pemilihan secara langsung adalah karena masyarakat punya kesempatan besar untuk menempatkan orang-orang terbaik untuk menjadi pemimpin mereka. Kita punya akses langsung terhadap calon pemimpin, kita bisa tahu bibit, bebet dan bobot-nya, tidak seperti Siti Nurbaya yang dipaksa menikah dengan pria asing yang tak ia suka, Datuk Maringgih. 
 
Pemimpin baik macam Jokowi, Ridwan Kamil (walikota Bandung), Bima Arya (walikota Bogor) dan masih banyak lagi adalah produk dari Pilkada langsung, kenapa mereka bisa terpilih ? karena mereka didukung oleh para pemilik suara yang sudah tahu track record mereka. Tahu kualitas dan kapabilitas mereka. Tidakkah kita menginginkan lebih banyak lagi orang baik memimpin negeri ini ?. Memang banyak juga pemimpin yang terpilih secara langsung memiliki kinerja yang buruk dan bahkan terjerat korupsi, tapi tidak semua kan ? seperti yang saya bilang diatas, yang salah itu orangnya, kalau pemimin tersebut punya integritas yang tinggi pasti tidak  akan mudah terjerat korupsi, sekali lagi don’t hate the game, hate the player.. Munculnya pemimpin daerah yang bermasalah menurut saya juga karena lemahnya kepedulian masyrakat untuk mengenal calon pemimpinnya, dan pilkada langsung adalah filter bagi masyarakat untuk menyaring siapa yang terbaik, kita tidak bisa lagi acuh terhadap proses pemilihan kepala daerah dan kepala negara. Jika masyarakat menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik lagi mereka harus berperan aktif dalam proses pemilihan kepala daerah. 

Proses pemilihan lewat DPRD memang bisa juga menghasilkan pemimpin baik, tapi persentase-nya bisa dibilang kecil karena ada proses terselubung yang tidak rakyat ketahui, rakyat dipaksa menerima tanpa ada kesempatan untuk mengetahui kualitas si pemimpin. Karena tidak pernah ada uji publik terhadap calon kepala daerah. Semuanya dilakukan oleh DPRD, namun jika dilakukan secara langsung masyarakat bisa mengetahui kualitas calon pimpinan. Sekali lagi, alasan saya medukung pilkada langsung karena ingin berpartisipasi dalam proses demokrasi di negeri ini, kita gak bisa lagi hanya menerima apa yang telah diputuskan.  Kita punya hak untuk ikut menentukan...


foto dari news.okezone.com

Senin, 14 Juli 2014

WELTMEISTER

Posted by Ryan 01.23


"Football is a simple game. Twenty-two men chase a ball for 90 minutes and at the end, the Germans always win."

-          - Gary Lineker -.


Itu adalah quote yg sangat terkenal tentang sepakbola Jerman dari Gary Lineker. Jika menilik pada hasil partai final piala dunia 2014 di Rio De Janeiro semalam kalimat tersebut tidak sepenuhnya benar, karna Jerman memenangkan pertandingan pada 120 menit. Namun hasilnya tetap sama, Jerman yg keluar sebagai pemenang. 

Sepakbola Jerman dalam beberapa tahun terakhir memang mengalami peningkatan yang sangat pesat dari segi kualitas. Liga mereka mungkin belum se-menarik BPL ataupun La Liga, namun Liga mereka adalah Liga ‘paling ramah’ terhadap bakat lokal.

Setelah gagal total pada Euro 2000 (Jerman gugur di fase grup), sepakbola jerman berbenah. DFB (PSSI-nya Jerman) memerintahkan untuk mengembangkan akademi sepakbola di seluruh penjuru jerman. Meningkatkan mutu dan kualitas kurikulum dalam akademi tersebut. Sejak saat itu banyak bakat – bakat muda jerman yg bermunculan. Kualitas merekas sebagai pemain sepakbola jauh melampaui usia mereka saat itu.

Nama yang kita kenal sekarang macam Thomas Mueller, Toni Kroos, Mesut Ozil, Marco Reus hingga Mario ‘golden goal’ Goetze adalah hasil dari peraturan tersebut. Harus diakui bahwa Jerman berhasil mengembangkan bakat – bakat muda mereka, yang kini menjadi tulang punggung skuad Die Mannschaft. Mereka memiliki kedalaman skuad yang cukup baik diantara seluruh kontestan WC 2014 Brazil. Di saat pelatih lawan mulai kebingungan dalam memilih pemain yang akan di masukkan untuk mengganti starting XI, Joachim Loew tinggal menoleh ke bench pemain dan memerintahkan anak asuhnya untuk suit untuk menentukan siapa yg akan masuk. Karena memang kualitas antara pemain utama dan cadangan tidak jauh berbeda.

 Jerman memang harus menunggu 24 tahun sejak Lothar Matthaus terakhir kali mengangkat piala dunia pada gelaran WC 1990 di Italia, namun tanda – tanda mereka akan segera juara sudah terlihat sejak 12 tahun lalu, 2 tahun sesudah mereka gagal total di Euro 2000. Pada WC Korea – Jepang 2002 mereka berhasil masuk ke partai final, namun memang mereka kalah dari Brazil yang memiliki trio maut Ronaldo – Rivaldo – Ronaldinho. Empat tahun berselang Jerman menjadi tuan rumah WC namun lagi – lagi mereka kurang beruntung karna kalah di Semi-Final dari Italia yang akhirnya keluar menjadi juara. Pada Piala Dunia yg untuk pertama kalinya digelar di benua Afrika Jerman kembali kurang beruntung karna kembali kalah di Semi-Final dari Spanyol yg keluar sebagai Juara.

Namun pada gelaran Piala Dunia di Brazil, bakat – bakat muda Jerman seolah menemukan arena bermainnya sendiri. Skuad Die Mannschaft  tampil luar biasa sejak awal, mereka bukan lagi mesin diesel yang lambat panas. Mesin – mesin muda hasil dari pengembangan akademi sepakbola lokal membuat skuad asuhan Joachim Loew tampil trengginas sejak awal turnamen digelar, hingga akhirnya mereka menahbiskan diri menjadi negara eropa pertama yang juara di tanah Amerika.

Apa yang ditunjukkan oleh Jerman (dan DFB) seharusnya menjadi contoh oleh seluruh negara yang memiliki Timnas Sepakbola termasuk Indonesia. Untuk sebuah kemenangan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang panjang. Mengutamakan pengembangan bibit lokal, menciptakan iklim sepakbola yg menguntungkan bagi generasi muda, membangun skuad sepakbola sebagai tim, bukan dari skill individu 1-2 bintang.

Saya rasa Jerman akan cukup lama menikmati hasil dari kerja keras mereka mengembangkan para pemain mudanya. Sekedar informasi, Mario 'Golden Goal' Goetze baru berumur 22 tahun.
 
Seperti yang diucapkan oleh Gary Lineker 

“Football is a simple game. Twenty-two men chase a ball for 90 minutes and at the end, the Germans always win.”

Selamat Jerman, untuk bintang ke-empat di Jersey-nya
Viva La Deutsch.....



nb : PSSI saya sarankan untuk meminjam buku kurikulum pengembangan akademi sepakbola jerman lalu di copy yang banyak dan dibagikan keseluruh sekolah sepakbola yang ada diseluruh negeri

Kamis, 22 Mei 2014

"Some people believe football is a matter of life and death, i'm very dissapointed with that attitude. I can assure you it is much, much more important than that."    - Bill Shankly -





Sepakbola adalah olahraga yang bisa dibilang paling populer di muka bumi, tak ada hitungan pasti berapa persisnya jumlah penggemar olahraga ini. Namun anda bisa mengira – ngira jumlahnya dari antusiasnya orang – orang tiap kali olahraga ini dipentaskan, entah di stadion megah nan mewah atau di lapangan tanpa rumput yang berdebu dan berbatu, penontonnya tak pernah sepi.

Tak ada catatan jelas yang mampu mendeskripsikan kapan pertama kalinya olahraga ini dimainkan ataupun siapa yang pertama kali memainkannya. Ada yang mencatat olahraga ini terilhami dari kegiatan bangsa tiongkok entah dari dinasti apa pada ribuan tahun yang lalu. Entahlah, saya sendiri enggan untuk mencari lebih jauh tentang cikal bakal olahraga ini. 

Tapi para penganut ajaran olahraga ini percaya bahwa olahraga ini terlalu sempurna jika berasal dari hasil buah pikir manusia, muskil rasanya manusia fana yang menciptakan olahraga ini.  Saya berada dalam barisan yang percaya teori tersebut.

Buat saya sepakbola adalah oase, penyegar dan penyemangat. Saya lupa pertandingan apa yang pertama kali saya tonton, namun kini olahraga ini sudah mendarah daging dalam hidup saya. Saya akan melakukan apa saja hanya untuk menyaksikan sepakbola, terlebih jika klub kesayangan saya yang bertanding. Saya pernah berjalan cukup jauh dari rumah menuju ke sebuah pos satpam suatu kantor pada dini hari hanya untuk menonton pertandingan babak 16 besar Liga Champions Eropa antara AC Milan vs Arsenal karena listrik di rumah saya padam, meskipun  AC Milan klub idola saya pada akhirnya kalah tak pernah ada penyesalan dalam diri saya melakukan hal tersebut.

Saya juga  sering melanggar anjuran Bang Haji Rhoma Irama untuk tidak begadang, maaf Bang Haji saya akan dengan hati senang  mengikuti anjuran anda untuk tidak Judi, tidak Miras dan selalu Lari Pagi tapi jangan minta saya untuk tidak begadang menonton bola karena itu sungguh Ter.. La... Lu.

AC Milan dan Liverpool adalah klub idola saya. Terlalu banyak ? Labil ? Tak berpendirian ? biarlah, toh tak ada aturan berapa banyak klub yang boleh didukung oleh seseorang.

Saya jatuh cinta pada AC Milan pada akhir 90-an, saat itu Liga Italia adalah liga terbaik di dunia. AC Milan adalah klub Italia dengan koleksi piala cukup banyak, saya masih belum akil baligh ketika memutuskan menjadi Milanisti, jangan tanya kenapa saya bisa jatuh cinta dengan klub kota mode itu, karena semua terjadi begitu saja, tanpa alasan dan tanpa syarat. Love at the first sight ? mungkin tapi saya juga tak ingat kapan pertama kali saya menonton pertandingan mereka, ahh.. sudahlah jangan banyak bertanya, yang pasti cinta saya pada AC Milan tanpa alasan dan terjadi begitu saja, dulu, saat ini hingga esok nanti.

Bagaimana dengan Liverpool ? oke saya punya cerita sedikit asal mula kenapa saya menjadi fan Liverpool, semua berawal dari satu nama Michael Owen. Saat itu piala dunia 98 sedang berlangsung di prancis, pada babak perdelapan final dan Inggris negara asal Owen bertanding melawan Argentina, dalam pertandingan tersebut adalah banya kejadian yang menjadi highlight, pertengkaran tolol antara Diego Simeone vs David Beckham, penalti penuh kontroversi dan yang paling menjadi atensi saya adalah gol anak muda bernama Michael Owen yang melakukan solo run melewati Jose Chamot dan Roberto Ayala sebelum akhirnya mencetak gol ke gawang Carlos Roa. Owen seolah ingin membalas luka yang ditorehkan oleh Maradona pada negaranya saat piala dunia berlangsung di Mexiko tahun 86. Anda bisa melihat seluruh kejadian yang saya sebutkan tadi di You Tube jika kuota internet anda menyanggupinya. Setelah saya tahu Owen adalah bagian dari Anfield Gank, saat itu juga saya memutuskan untuk berada dalam barisan penganut ajaran Merseyside Merah sampai hari ini.

Hingga kini saya masih sangat rutin menyaksikan sepakbola, entah itu awal pekan, tengah pekan terlebih lagi akhir pekan. Saya selalu berusaha untuk menyaksikan pertandingan sepakbola. Rasanya saya akan sakaw jika tidak menyaksikan pertandingan sepakbola dalam waktu yang cukup lama. Ada rasa ketergantungan yang tinggi terhadap sepakbola dalam diri saya, saya yakin tidak ada satu pun panti rehabilitasi yang mampu mengatasi kecanduan saya terhadap sepakbola sekalipun ada saya tidak akan pernah datang kesana, tidak akan.

Karena saya sangat cinta sepakbola, meskipun ia tak selalu menjanjikan kebahagiaan (baca : kemenangan) tiap kali pertandingan, tapi percayalah saya akan selalu kembali kesana, mendukung tim – tim idola saya bertanding meskipun pada pertandingan sebelumnya mereka mengecewakan saya dengan bermain buruk dan kalah. Saya tak akan pernah berpaling ke lain hati.

Karena sesungguhnya cinta adalah saat romansa, rasa sayang dan semangatmu padanya telah hilang namun kau tetap perduli padanya.

 



  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube