Rabu, 01 Oktober 2014

Pilkada Langsung Atau Tidak

Posted by Ryan 02.04
Belakangan ini banyak pemberitaan mengenai di-sahkan-nya RUU Pilkada menjadi Undang – Undang pada sidang paripurna DPR. Terjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat tentang RUU Pilkada ini, karena jika disahkannya RUU ini menjadi undang-undang akan merebut hak masyarakat untuk ikut menentukan siapa pemimpin mereka. Banyak yang menilai bahwa di-sahkan-nya RUU tersebut adalah kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi di republik ini, yang mana selama 10 tahun terakhir sistem pemilihan langsung menjadi sistem yang digunakan untuk menentukan pimpinan di suatu daerah baik kabupaten/kota atau provinsi (kecuali kotamadya Jakarta dan Provinsi DIY). Pengembalian sistem pemilihan kepala daerah dari dipilih secara langsung oleh masyarakat menjadi kembali dipilih oleh DPRD memang adalah sebuah tragedi dalam kehidupan berdemokrasi. Kesempatan masyarakat untuk mengetahui track record calon pemimpin di daerahnya menjadi berkurang atau bahkan hilang, masyarakat harus menerima siapapun pimpinannya, jika diibaratkan dalam pernikahan, masyarakat harus menerima siapapun calon mempelainya meskipun ia tak sama sekali mengenal dan mencintainya. Sounds like Siti Nurbaya’s Story ? yess... 

Memang dalam perjalanannya selama 10 tahun terakhir banyak terjadi masalah dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung seperti konflik horizontal ditengah-tengah masyarakat karena calon pimpinan mereka gagal, mahalnya biaya yang harus negara sediakan untuk proses ini, juga mahalnya biaya kampanye yang harus dikeluarkan oleh calon pimpinan. Namun tak ada masalah yang tak ada jalan keluarnya, lets break this down... dalam kasus timbulnya konflik yang terjadi di tengah masyarakat jika calon yang mereka usung kalah, menurut saya itu adalah  belum dewasanya masyarakat dalam menyikapi kekalahan, dan justru proses pilkada langsung adalah sarana untuk pendewasaan diri bagi masyarakat dalam kehidupan berdemokrasi . Setelah puluhan tahun masyarakat terbiasa hanya menerima, masyarakat pasti merasa kurang siap dengan sistem baru yang sebenarnya berdampak baik untuk mereka. Adalah Tugas pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang kehidupan  berdemokrasi, tentang menerima kekalahan dan juga menghormati mandat yang diberikan oleh rakyat, Soo.. don’t hate the game, hate the player.  Alasan besarnya anggaran yang keluar untuk mengakomodir proses ini memang benar, namun hal itu bisa diatasi dengan sistem e-Voting misalnya. Kapan kita bisa mengadopsi sistem tersebut ? memang butuh waktu yang panjang, karna sesungguhnya pun sistem pemilihan secara langsung baru berumur 10 tahun, but i believe we’ll get there,  u may say i’m a dreamer but i’m not the only one.. 

Alasan kenapa saya mendukung proses pemilihan secara langsung adalah karena masyarakat punya kesempatan besar untuk menempatkan orang-orang terbaik untuk menjadi pemimpin mereka. Kita punya akses langsung terhadap calon pemimpin, kita bisa tahu bibit, bebet dan bobot-nya, tidak seperti Siti Nurbaya yang dipaksa menikah dengan pria asing yang tak ia suka, Datuk Maringgih. 
 
Pemimpin baik macam Jokowi, Ridwan Kamil (walikota Bandung), Bima Arya (walikota Bogor) dan masih banyak lagi adalah produk dari Pilkada langsung, kenapa mereka bisa terpilih ? karena mereka didukung oleh para pemilik suara yang sudah tahu track record mereka. Tahu kualitas dan kapabilitas mereka. Tidakkah kita menginginkan lebih banyak lagi orang baik memimpin negeri ini ?. Memang banyak juga pemimpin yang terpilih secara langsung memiliki kinerja yang buruk dan bahkan terjerat korupsi, tapi tidak semua kan ? seperti yang saya bilang diatas, yang salah itu orangnya, kalau pemimin tersebut punya integritas yang tinggi pasti tidak  akan mudah terjerat korupsi, sekali lagi don’t hate the game, hate the player.. Munculnya pemimpin daerah yang bermasalah menurut saya juga karena lemahnya kepedulian masyrakat untuk mengenal calon pemimpinnya, dan pilkada langsung adalah filter bagi masyarakat untuk menyaring siapa yang terbaik, kita tidak bisa lagi acuh terhadap proses pemilihan kepala daerah dan kepala negara. Jika masyarakat menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik lagi mereka harus berperan aktif dalam proses pemilihan kepala daerah. 

Proses pemilihan lewat DPRD memang bisa juga menghasilkan pemimpin baik, tapi persentase-nya bisa dibilang kecil karena ada proses terselubung yang tidak rakyat ketahui, rakyat dipaksa menerima tanpa ada kesempatan untuk mengetahui kualitas si pemimpin. Karena tidak pernah ada uji publik terhadap calon kepala daerah. Semuanya dilakukan oleh DPRD, namun jika dilakukan secara langsung masyarakat bisa mengetahui kualitas calon pimpinan. Sekali lagi, alasan saya medukung pilkada langsung karena ingin berpartisipasi dalam proses demokrasi di negeri ini, kita gak bisa lagi hanya menerima apa yang telah diputuskan.  Kita punya hak untuk ikut menentukan...


foto dari news.okezone.com

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube